Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar
Perang Badr adalah peperangan besar
pertama yang dihadapi kaum muslimin menghadapi orang-orang kafir Qurays.
Rasulullah dan para shahabatnya mempersiapkan segala sesuatunya sebaik
mungkin, termasuk strategi perang yang akan digunakan. Dalam peristiwa
ini semakin terlihat kebenaran iman para shahabat kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Sebab-sebab Pertempuran
Pada bulan Ramadhan tahun kedua hijrah,
sampai berita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam bahwa kafilah dagang orang-orang kafir Quraisy bertolak dari
negeri Syam yang dipimpin oleh Abu Sufyan bersama sekitar empat puluh
orang laki-laki. Kafilah tersebut membawa harta benda hartawan Quraisy
yang cukup besar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam mengajak kaum muslimin untuk berangkat mencegat kafilah tersebut.
Berangkatlah sekitar 300 orang lebih
menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam.
Pasukan ini terdiri dari dua ekor kuda milik Zubair bin Al-‘Awwam dan
Miqdad bin Al-Aswad Al-Kindi dan 70 ekor unta yang dikendarai oleh dua
atau tiga orang secara bergantian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wa sallam sendiri mengendarai unta bersama ‘Ali dan Martsad
bin Abil Martsad Al-Ghanawi.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan: Kami pada
peristiwa Badr, setiap tiga orang bergantian mengendarai seekor unta.
Abu Lubabah dan ‘Ali bin Abi Thalib bergantian dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Pada keadaan mereka ini,
keduanya berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam, “Kami berjalan kaki saja (Engkau saja yang mengendarainya).”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengatakan:
مَا أَنْتُمَا بِأَقْوَى مِنِّي وَلا أَنَا بِأَغْنَى عَنِ الأَجْرِ مِنْكُمَا
“Kalian berdua tidaklah lebih kuat daripada saya. Dan saya juga tidaklah merasa lebih cukup pahalanya dari kalian berdua.” (HR. Ahmad, disahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf bergantian pula.
Sementara di Madinah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengangkat Ibnu Ummi Maktum
untuk menjadi imam shalat menggantikan beliau. Sesampainya di Rauha`
(sekitar 40 mil dari Madinah) beliau mengangkat Lubabah bin
‘Abdilmundzir memimpin kota Madinah. Bendera beliau serahkan kepada
Mush’ab bin ‘Umair, yang lain kepada ‘Ali dan Sa’d bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhum.
Ketika Abu Sufyan dan kafilah dagang
Quraisy mendekati daerah Hijaz (sekarang Madinah dan Mekkah serta
sekitarnya), dia mengirim mata-mata untuk mencari berita. Akhirnya
mereka mendapat kabar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam mengerahkan kaum muslimin untuk menghadang kafilah dagang
Quraisy yang baru pulang dari Syam. Mendengar hal ini, Abu Sufyan segera
mengutus Dhamdham bin ‘Amr Al-Ghifari ke Mekkah agar memberitahukan
orang-orang supaya bersiap-siap membela kafilah dagang mereka.
Ibnu Ishaq menceritakan bahwa ‘Atikah
binti ‘Abdil Muththalib tiga hari sebelum Dhamdham tiba di Makkah,
bermimpi sangat mengerikan seolah-olah dia melihat kebinasaan bangsa
Quraisy. Berita mimpi itu terdengar oleh masyarakat Quraisy. Mereka
semakin memojokkan Bani ‘Abdil Muththalib bahkan para wanitanya demikian
juga. Kata mereka, “Wahai Bani ‘Abdil Muththalib, apa masih kurang ada
laki-laki yang mengaku Nabi di kalangan kalian, sekarang yang perempuan
juga mengaku Nabi?”
‘Abbas bertanya, “Apa persoalannya?”
Abu Jahal ketika itu mengatakan, “Mimpi
yang dilihat ‘Atikah. Kalau mimpi itu dusta, kami akan buat satu
ketetapan bahwa kalian Bani ‘Abdil Muththalib adalah keluarga yang
paling hebat kedustaannya.”
Ternyata, tiga hari kemudian datanglah
Dhamdham. Dia berteriak di atas untanya yang telah dilukai sebagian
tubuhnya, merobek bajunya: “Wahai bangsa Quraisy, celaka. Harta benda
kalian yang ada bersama Abu Sufyan dihadang oleh Muhammad dan
sahabat-sahabatnya. Selamatkanlah!”
Mereka dengan segera bersiap-siap.
Kalaupun ada yang tidak ikut maka dia mewakilkan kepada orang lain. Dan
masyarakat Quraisy menganggap ‘aib jika ada pembesar atau pemuka mereka
yang tertinggal. Akhirnya tidak ada yang tertinggal di kalangan mereka
kecuali Abu Lahab karena dia mewakilkan kepada Al -Ash bin Hasyim bin
Al-Mughirah.
Mulanya Umayyah bin Khalaf ingin tinggal
bersama beberapa orang, tetapi datanglah ‘Uqbah bin Abi Mu’ith membawa
pedupaan, dan berkata. “Wahai Abu ‘Ali (kuniah ‘Umayyah) silakan gunakan
pedupaan ini, karena kamu itu perempuan.”
‘Umayyah dengan berang membentak,
”Semoga Allah memburukkan mukamu dan memburukkan apa yang kau bawa.”
Akhirnya diapun berangkat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mempersiapkan pasukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam mulai bergerak dan setibanya di satu tempat, beliau
mengirim Bisbas bin ‘Amr dan Abu Zaghba` mencari berita tentang Abu
Sufyan dan kafilah Quraisy. Mereka tiba di Badr dan mendengar berita
bahwa esok hari kafilah akan tiba di Badr. Kemudian mereka sampaikan
berita itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam.
Abu Sufyan tiba di daerah tersebut.
Ketika dilaporkan ada dua orang yang tiba di sana, Abu Sufyan minta
diambilkan sebagian kotoran hewan mereka. Ketika dilihatnya ada
biji-biji kurma, dia segera tahu bahwa mereka dari Madinah dan tentunya
sedang mencari berita tentang keadaannya. Serta merta dia bangkit dan
membelokkan arah kendaraannya menjauh dari daerah Badr.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam pun tiba di Badr. Beliau mendengar berita bahwa
orang-orang Quraisy telah menyiapkan pasukan mnghadapi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan kaum muslimin demi
membela harta benda mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam mengajak para sahabatnya bermusyawarah.
Abu Bakr dan ‘Umar mulai mengeluarkan
pendapat mereka dengan baik. Kemudian Miqdad mulai berbicara, “Wahai
Rasulullah, agaknya kami yang engkau maksudkan. Berangkatlah menurut apa
yang diperlihatkan Allah kepadamu. Maka kami akan bersamamu. Kami tidak
akan berkata seperti orang-orang Bani Israil berkata kepada Musa ‘alaihissalam: ‘Pergilah
engkau bersama Rabbmu, biar kami duduk menunggu di sini.’ Tapi
berangkatlah engkau dan Rabbmu berperang, dan kami bersama engkau
berperang di sebelah kanan dan kirimu, di belakang dan di depanmu. Demi
Dzat Yang mengutusmu membawa al-haq, seandainya engkau membawa kami
sampai ke Barkil Ghamad, niscaya kami tetap bersamamu.”
Beliau hanya mengatakan (sesuatu yang)
baik dan berdoa untuknya. Kemudian beliau masih meminta buah pikiran
para sahabatnya, “Wahai manusia, keluarkanlah pendapat kalian.” Dan yang
beliau maksud adalah orang-orang Anshar, karena mereka telah berjanji
dan bersumpah setia kepada beliau di ‘Aqabah. Dan beliau khawatir mereka
hanya akan membelanya di tempat tinggal mereka (Madinah), sebagaimana
janji dan sumpah mereka.
Melihat hal ini, Sa’d bin Mu’adz menegaskan, “Demi Allah, seakan-akan engkau maksudkan kami, wahai Rasulullah?”
“Betul,” kata beliau.
“Kami telah beriman dan membenarkan
engkau, dan telah kami saksikan bahwa apa yang engkau bawa adalah haq.
Dan untuk itu kami telah serahkan janji dan sumpah setia kami kepadamu
agar tetap mendengar dan mentaatimu. Maka berangkatlah, ya Rasulullah
kepada apa yang anda mau, niscaya kami tetap bersamamu. Demi Dzat Yang
mengutusmu membawa al-haq. Andaikata engaku membawa kami menyelami
lautan, niscaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak akan ada
seorangpun tertinggal di antara kami. Kami tidak benci bertemu musuh
esok hari. Kami adalah orang-orang yang jujur dan tabah dalam
peperangan. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu apa yang menyenangkan
hatimu dari kami. Berangkatlah dengan berkah Allah, ya Rasulullah.”
Mendengar ucapan Sa’d ini, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sangat gembira dan
bersemangat. Beliau berkata, “Gembiralah kalian. Sesungguhnya Allah
telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua kelompok itu (pasukan
Quraisy atau kafilah dagang). Demi Allah, seolah-olah saya melihat
tempat kematian mereka.” Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan
riwayat ini mempunyai beberapa syawahid (saksi, penguat) di antaranya
diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersama para sahabat meneruskan perjalanan sampai di Badr.
Setiba di Badr, pasukan muslimin
menangkap pencari air bagi orang-orang Quraisy dan memaksanya
memberitahukan di mana Abu Sufyan dan rombongan. Sementara Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sedang shalat. Kalau dia
ditanya di mana Abu Sufyan, dia menjawab tidak tahu tapi ini ada Abu
Jahl bersama pasukan Quraisy. Ketika menerangkan hal itu dia dipukuli.
Tatkala dipukuli dia justeru mengatakan, ya ini Abu Sufyan.
Setelah selesai, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mendekati dan berkata kepada para
sahabatnya, “Kalau dia jujur kalian pukuli. Dan kalau dia berdusta,
kalian lepaskan dia.”
Kemudian beliau menyebutkan satu persatu
tempat terbunuhnya si Fulan, si Fulan dan beberapa tokoh Quraisy
lainnya (dan semua terbukti). Seperti ini juga diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari jalan Abu Bakr dari ‘Affan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam menegaskan bahwa budak tadi memang dari rombongan
Quraisy. Kemudian beliau bertanya tentang jumlah pasukan. Budak tadi
mengatakan tidak tahu pasti. Lalu beliau bertanya berapa ekor unta yang
mereka sembelih setiap hari. Budak itu menjawab sembilan sampai sepuluh
ekor. Berdasarkan keterangan ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam memperkirakan bahwa jumlah pasukan Quraisy antara 900
sampai 1000 orang.
Setelah itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menanyakan pula siapa saja tokoh Quraisy
yang ikut dalam pasukan tersebut. Budak tadi menyebutkan beberapa nama,
diantaranya Abul Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Umayyah bin
Khalaf, ‘Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah, Abu Jahl dan
lain-lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam segera
mengatakan, “Gembiralah kalian. Inilah Mekkah telah menyodorkan jantung
hatinya kepada kalian.”
Kafilah Abu Sufyan selamat
Setelah melihat rombongan kafilah yang
dipimpinnya selamat dari kejaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam dan para sahabatnya, Abu Sufyan mengutus orang untuk
menyampaikan kepada pasukan Quraisy yang dipimpin Abu Jahl agar kembali
saja ke Mekkah. Tetapi Abu Jahl dengan kesombongannya menolak dan
berkata, “Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai tiba di Badr. Kita
akan tinggal di sana tiga hari, menyembelih ternak yang kita bawa, makan
dan minum khamr serta dihibur oleh para biduan kita. Agar orang-orang
‘Arab tahu keadaan kita dan tetap gentar kepada kita.”
Ternyata tidak semua rombongan setuju.
Di antara Bani Zuhrah ada yang menukas, “Hai Bani Zuhrah. Harta kalian
sudah diselamatkan Allah. Tidak ada lagi kepentingan kalian di sini,
maka pulanglah.” Akhirnya, tidak ada seorangpun dari Bani Zuhrah yang
ikut dalam pasukan tersebut.
Dan sebetulnya, tidak pula semua kabilah
Quraisy yang ikut serta dalam rombongan itu. Bani ‘Adi (kabilahnya
‘Umar) sama sekali tidak ada seorang pun yang ikut serta dalam pasukan
yang dipimpin Abu Jahl itu.
Ibnu Ishaq menceritakan bahwa kemudian
pasukan yang dipimpin Abu Jahl melanjutkan perjalanannya sampai di
pinggir lembah yang jauh di belakang ‘Aqanqal, sedangkan perut lembah
dengan sumur Badr berada di pinggir terdekat dengan Madinah.
Kata Ibnu Katsir, sehubungan hal ini, Allah berfirman:
إِذْ أَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوَى وَالرَّكْبُ أَسْفَلَ مِنْكُمْ
“(Yaitu di hari) ketika kamu berada
di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang
jauh sedang kafilah itu berada di bawah kamu…”
Yakni, di sebelah pantai. Kemudian:
وَلَوْ
تَوَاعَدْتُمْ لَاخْتَلَفْتُمْ فِي الْمِيعَادِ وَلَكِنْ لِيَقْضِيَ
اللَّهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولًا لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ
وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَسَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Sekiranya kamu mengadakan
persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak
sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah
mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang
mesti dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan
keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan
keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (Al-Anfaal 42)
Kemudian Allah menurunkan hujan
membasahi bumi di bawah tapak kaki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wa sallam dan para sahabat, sehingga tanah mengeras dan
memantapkan mereka untuk bergerak. Sementara orang-orang Quraisy yang
ditimpa hujan justeru menghambat gerak mereka.
Tentang hal ini, Allah Ta’ala berfirman:
إِذْ
يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ
السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ
الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأَقْدَامَ
“(Ingatlah), ketika Allah menjadikan
kamu mengantuk sebagai suatu penentraman daripada-Nya, dan Allah
menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan
itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk
menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).” (Al-Anfaal: 11)
Dalam ayat ini, Allah tegaskan bahwa Dia
mensucikan mereka lahir batin, memantapkan kedudukan mereka,
membangkitkan keberanian dalam hati mereka dan melenyapkan was-was dan
rasa takut yang dihembuskan oleh syaithan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam mulai bergerak mendahului orang-orang Quraisy dan tiba
di daerah yang terdekat dengan air di Badr. Ibnu Ishaq menceritakan,
bahwa Hubab bin Mundzir bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa ‘ala alihi wa sallam, “Ya Rasulullah, apakah tempat ini adalah tempat
yang ditentukan oleh Allah kepada engkau, sehingga kami tidak boleh
membantahnya atau hanya sekedar taktik dan strategi perang?”
Kata beliau, “Bukan. Ini hanya sekedar taktik dan strategi perang.”
Katanya lagi, “Kalau begitu, ini bukan
strategi yang tepat. Bawalah pasukan ini ke tempat air yang lebih dekat
dengan mereka. Kemudian kita timbun sumur-sumur yang ada di belakangnya.
Lalu kita buat tempat-tempat air sendiri dan kita isi penuh dengan air.
Dan kita akan mempunyai bekal air untuk minum sedangkan mereka tidak.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam memuji usul tersebut. Merekapun beranjak ke tempat yang
ditentukan. Ibnu Ishaq menceritakan pula bahwa Sa’d bin Mu’adz
mengusulkan, “Ya Rasulullah, bagaimana kalau kami buatkan tenda untukmu
dan kami siapkan kendaraan. Kalau Allah muliakan kita dan memenangkan
kita atas mereka, maka itulah yang kita harapkan. Dan kalau tidak, biar
Rasulullah menyusul orang-orang yang tertinggal. Tidaklah kami merasa
lebih hebat mencintaimu dibandingkan mereka. Dan mereka tertinggal
karena mereka menyangka bahwa engkau akan menghadang kafilah dagang,
bukan untuk bertempur. Seandainya mereka tahu engkau akan bertempur,
niscaya mereka tidak akan tertinggal.”
Bersambung, insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar