Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar
Sebelumnya dikisahkan, di awal
pertempuran, kaum muslimin sempat terdesak oleh pasukan musyrikin.
Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah untuk meminta pertolongan-Nya.
Turunlah pasukan dari langit, yang dengan itu pasukan musyrikin
porak-poranda. Termasuk iblis yang bergabung dengan pasukan musyrikin
memilih kabur dari medan pertempuran karena takut binasa. Berikut kisah
lengkapnya.
Jumlah yang tidak seimbang itu ternyata
tidak menyurutkan semangat para sahabat untuk terus maju menyerang musuh
mereka. Akhirnya, satu demi satu tokoh-tokoh utama kaum musyrikin
berjatuhan. Kekalahan mereka semakin membayang.
Bahkan iblis yang menyertai barisan
kafir Quraisy dengan menyamar sebagai Suraqah bin Malik, bangsawan bani
Kinanah, lari tunggang langgang meninggalkan medan pertempuran seketika
begitu kedua pasukan saling bertemu. Demikian diterangkan sebagian
mufassir berkaitan dengan firman Allah Ta’ala yang menceritakan hal ini:
وَإِذْ
زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لا غَالِبَ لَكُمُ
الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ
الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكُمْ
إِنِّي أَرَى مَا لا تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَاللهُ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
“Dan ketika syaitan menjadikan mereka
memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: ‘Tidak ada seorang
manusiapun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan
sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.’ Maka tatkala kedua pasukan
itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke
belakang seraya berkata: ‘Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu;
sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat
melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah.’ Dan Allah sangat keras
siksa-Nya.” (Al-Anfaal: 48)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu Ta’ala
menceritakan, diriwayatkan bahwa syaitan yang menyaru sebagai Suraqah
bin Malik bin Ju’syum, dari Bani Bakr bin Kinanah yang ketika itu
ditakuti Quraisy kalau-kalau menyerang dari belakang. Setelah menyaru di
hadapan mereka, Allah Ta’ala menerangkan tentang kejadian tersebut.
Adh-Dhahhak berkata: “Iblis datang kepada mereka (pasukan musyrikin)
pada peristiwa Badr membawa bendera dan sepasukan tentaranya. Dia
memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka tidak akan kalah, karena
mereka berperang demi agama nenek moyang mereka.”
Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala menceritakan (Az-Zaad, 3/181):
“…… Ketika musuh Allah itu melihat
tentara Allah turun dari langit, dia melarikan diri berbalik ke
belakang. Kaum musyrikin bertanya: “Hai Suraqah, mau ke mana? Bukankah
kau sudah mengatakan bahwa kau pelindung kami, tidak akan meninggalkan
kami?” Iblis menyahut: “Sungguh, aku melihat apa yang tidak kalian
lihat, saya takut kepada Allah, dan Allah sangat keras siksa-Nya.”
Dia benar ketika mengatakan “saya
melihat apa yang tidak kalian lihat”, tapi dusta ketika mengatakan saya
takut kepada Allah. Yang benar, dikatakan bahwa dia sebetulnya takut
kalau binasa di tangan tentara Allah tersebut. Inilah yang jelas. [1]
Tewasnya Abu Jahl dan Umayyah bin Khalaf
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wa sallam berkata:
مَنْ
يَنْظُرُ مَا صَنَعَ أَبُو جَهْلٍ فَانْطَلَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَوَجَدَهُ
قَدْ ضَرَبَهُ ابْنَا عَفْرَاءَ حَتَّى بَرَدَ قَالَ أَأَنْتَ أَبُو
جَهْلٍ قَالَ فَأَخَذَ بِلِحْيَتِهِ قَالَ وَهَلْ فَوْقَ رَجُلٍ
قَتَلْتُمُوهُ أَوْ رَجُلٍ قَتَلَهُ قَوْمُهُ
“Siapa yang melihat apa yang diperbuat
Abu Jahl?” Maka berangkatlah Ibnu Mas’ud, dan ternyata dia temukan Abu
Jahl telah cedera akibat pukulan dua orang putera ‘Afra` sampai sekarat.
Ibnu Mas’ud berkata: “Apakah kau yng bernama Abu Jahl?” Kemudian dia
menarik janggutnya. Abu jahl berkata: “Adakah yang lebih mulia dari
orang yang dibunuh oleh bangsanya sendiri? Atau kalian telah
membunuhnya?”
Di bagian lain, beliau (Imam Bukhari) meriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf:
إِنِّي
لَفِي الصَّفِّ يَوْمَ بَدْرٍ إِذِ الْتَفَتُّ فَإِذَا عَنْ يَمِينِي
وَعَنْ يَسَارِي فَتَيَانِ حَدِيثَا السِّنِّ فَكَأَنِّي لَمْ آمَنْ
بِمَكَانِهِمَا إِذْ قَالَ لِي أَحَدُهُمَا سِرًّا مِنْ صَاحِبِهِ يَا
عَمِّ أَرِنِي أَبَا جَهْلٍ فَقُلْتُ يَا ابْنَ أَخِي وَمَا تَصْنَعُ بِهِ
قَالَ عَاهَدْتُ اللهَ إِنْ رَأَيْتُهُ أَنْ أَقْتُلَهُ أَوْ أَمُوتَ
دُونَهُ فَقَالَ لِيَ الآخَرُ سِرًّا مِنْ صَاحِبِهِ مِثْلَهُ قَالَ فَمَا
سَرَّنِي أَنِّي بَيْنَ رَجُلَيْنِ مَكَانَهُمَا فَأَشَرْتُ لَهُمَا
إِلَيْهِ فَشَدَّا عَلَيْهِ مِثْلَ الصَّقْرَيْنِ حَتَّى ضَرَبَاهُ وَهُمَا
ابْنَا عَفْرَاءَ
“Sesungguhnya saya berada dalam satu
barisan ketika perang Badr, ketika saya menoleh ternyata di kanan dan
kiri saya ada dua orang pemuda, saya merasa cemas melihat posisi
keduanya. Tiba-tiba salah satunya berkata perlahan-lahan: “Hai paman,
tunjukkanlah kepadaku yang mana Abu Jahl.” Saya bertanya: “Apa yang akan
kau lakukan terhadapnya?” Katanya: “Saya telah berjanji kepada Allah,
kalau saya melihatnya, saya akan membunuhnya atau saya gugur karenanya.”
Yang lain berkata pula lebih perlahan
dari temannya seperti itu juga. ‘Abdurrahman berkata: “Tidak ada yang
menyenangkan aku berada di antara dua orang pemuda seperti ini, maka
saya tunjukkan kepada mereka.” Lalu keduanya segera menyerang Abu Jahl
bagaikan sepasang rajawali menyambar, hingga keduanya berhasil
melumpuhkannya. Keduanya adalah putera ‘Afra`.”
Adapun Umayyah, salah seorang gembong
Quraisy yang sangat hebat permusuhan dan penyiksaannya terhadap kaum
muslimin, tewas di tangan Bilal bin Rabah, bekas budaknya bersama
beberapa sahabat Anshar. Al-Imam Al-Bukhari menceritakan hal ini dalam Kitab Sahih-nya dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radliyallahu ‘anhu:
قَالَ
كَاتَبْتُ أُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كِتَابًا بِأَنْ يَحْفَظَنِي فِي
صَاغِيَتِي بِمَكَّةَ وَأَحْفَظَهُ فِي صَاغِيَتِهِ بِالْمَدِينَةِ
فَلَمَّا ذَكَرْتُ الرَّحْمَنَ قَالَ لا أَعْرِفُ الرَّحْمَنَ كَاتِبْنِي
بِاسْمِكَ الَّذِي كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَكَاتَبْتُهُ عَبْدَ عَمْرٍو
فَلَمَّا كَانَ فِي يَوْمِ بَدْرٍ خَرَجْتُ إِلَى جَبَلٍ لأُحْرِزَهُ
حِينَ نَامَ النَّاسُ فَأَبْصَرَهُ بِلالٌ فَخَرَجَ حَتَّى وَقَفَ عَلَى
مَجْلِسٍ مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ أُمَيَّةُ بْنُ خَلَفٍ لا نَجَوْتُ إِنْ
نَجَا أُمَيَّةُ فَخَرَجَ مَعَهُ فَرِيقٌ مِنَ الأَنْصَارِ فِي آثَارِنَا
فَلَمَّا خَشِيتُ أَنْ يَلْحَقُونَا خَلَّفْتُ لَهُمُ ابْنَهُ
لأَشْغِلَهُمْ فَقَتَلُوهُ ثُمَّ أَبَوْا حَتَّى يَتْبَعُونَا وَكَانَ
رَجُلا ثَقِيلا فَلَمَّا أَدْرَكُونَا قُلْتُ لَهُ ابْرُكْ فَبَرَكَ
فَأَلْقَيْتُ عَلَيْهِ نَفْسِي لأَمْنَعَهُ فَتَخَلَّلُوهُ بِالسُّيُوفِ
مِنْ تَحْتِي حَتَّى قَتَلُوهُ وَأَصَابَ أَحَدُهُمْ رِجْلِي بِسَيْفِهِ
وَكَانَ عَبْدُالرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ يُرِينَا ذَلِكَ الأَثَرَ فِي
ظَهْرِ قَدَمِهِ
“Saya pernah membuat kesepakatan dengan Umayyah bin Khalaf agar dia menjaga shaghiati di Makkah dan saya menjaga shaghiatihi[2]di
Madinah. Ketika aku menyebut Ar-Rahman, dia berkata: ‘Buatlah
perjanjian dengan namamu di waktu jahiliah (sebelum Islam).’ Maka
sayapun menuliskan nama ‘Abd ‘Amr.
Pada waktu peristiwa Badr saya naik ke
sebuah bukit untuk menjaganya ketika orang-orang sedang tidur. Ternyata
Bilal melihatnya, dan diapun keluar sampai berhenti di sebuah majelis
orang-orang Anshar, seraya berkata: ‘(Itu) Umayyah bin Khalaf. Saya
tidak selamat kalau dia selamat.’
Maka keluarlah bersamanya sekelompok
sahabat Anshar mengejar kami. Dan ketika saya merasa takut mereka
menyusul kami, saya tinggalkan anak Umayyah agar mereka sibuk dengannya,
tapi mereka berhasil membunuhnya. Dan mereka tidak berhenti mengejar.
Hingga akhirnya berhasil menyusul kami. Sementara Umayyah laki-laki yang
gemuk dan lamban maka saya berkata kepadanya: ‘Tiaraplah.’ Kemudian
saya jatuhkan tubuh saya di atas tubuhnya untuk mencegah mereka
menyerang Umayyah. Tapi mereka tetap mencari celah di bawah tubuhku
sehingga berhasil menusukkan pedangnya dan membunuh Umayyah. Bahkan
salah seorang ternyata melukai kakiku.”
Kata (rawi): Dan ‘Abdurrahman memperlihatkan bekasnya kepada kami.”
Lebih lanjut Ibnul Qayyim mengisahkan,
pada waktu itu terjadi berbagai keajaiban sebagai tanda nubuwwah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Pedang ‘Ukasyah
bin Mihshan putus, lalu diganti Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam dengan sebatang kayu: “Ambillah ini!” Setelah berada dalam
genggamannya, dia menggerakkannya dan berubah menjadi sebilah pedang
putih yang sangat tajam dan terus menyertainya dalam setiap peperangan
sampai dia syahid pada waktu menumpas orang-orang murtad pada masa
pemerintahan Abu Bakr Ash-Shiddiq. Kisah ini dinukil dari sirah Ibnu
Ishaq tanpa sanad, demikian diterangkan oleh muhaqqiq Kitab Zadul Ma’ad.
Setelah pertempuran berhenti, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memerintahkan agar
melemparkan sekitar duapuluh empat bangkai pentolan kaum musyrikin ke
dalam beberapa sumur Badr. Beliau tinggal di sana selama tiga hari.
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan hal ini dalam Shahih-nya, dari Anas dari Abu Thalhah:
فَجَعَلَ
يُنَادِيهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ وَأَسْمَاءِ آبَائِهِمْ يَا فُلانُ بْنَ
فُلانٍ وَيَا فُلانُ بْنَ فُلانٍ أَيَسُرُّكُمْ أَنَّكُمْ أَطَعْتُمُ اللهَ
وَرَسُولَهُ فَإِنَّا قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا
فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا قَالَ فَقَالَ عُمَرُ يَا
رَسُولَ اللهِ مَا تُكَلِّمُ مِنْ أَجْسَادٍ لا أَرْوَاحَ لَهَا فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ قَالَ قَتَادَةُ
أَحْيَاهُمُ اللهُ حَتَّى أَسْمَعَهُمْ قَوْلَهُ تَوْبِيخًا وَتَصْغِيرًا
وَنَقِيمَةً وَحَسْرَةً وَنَدَمًا
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam memanggil nama mereka dan nama bapak mereka, Hai Fulan
bin Fulan, Hai Fulan bin Fulan, bukankah menyenangkan kalian (kalau)
kalian taat kepada Allah dan Rasul-Nya? Sesungguhnya kami telah melihat
bahwa apa yang dijanjikan kepada kami oleh Rabb kami dalah benar. Apakah
kalian telah mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Rabb kalian juga
benar?”
‘Umar berkata: “Ya Rasulullah, anda tidaklah mengajak bicara kecuali bangkai yang telah tidak bernyawa lagi.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam menjawab: “Demi Zat Yang jiwaku di Tangan-Nya. Kamu
tidak lebih mendengar apa yang saya katakan dibandingkan mereka.”
Kata Qatadah (Rawi): “Allah Ta’ala
menghidupkan mereka hingga mendengar apa yang diucapkan beliau sebagai
penghinaan, pelecehan dan hukuman terhadap mereka, serta penyesalan.”
Keutamaan Syuhada` Badr
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wa sallam dan para sahabat kembali dalam kemenangan membawa
tujuh puluh tawanan dengan sejumlah harta rampasan perang. Setibanya di
Shafra`, harta dibagi-bagikan. An-Nadher bin Al Harits bin Kaladah
dihukum penggal, setelah tiba di Al-‘Irqi Azh-Zhabyah leher ‘Uqbah bin
Abi Mu’aith pun ditebas.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam masuk ke Madinah dengan kekuatan dan kemenangan yang
menimbulkan rasa takut musuh-musuh beliau yang ada di Madinah dan
sekitarnya. Akhirnya masuk Islam sejumlah suku di sekitar Madinah dan
pada masa itu pula ‘Abdullah bin Ubai bin Salul gembong munafik Madinah
masuk Islam secara lahiriah.
Kaum muslimin yang ikut dalam perang
Badr ini sekitar 317 orang, terdiri dari muhajirin 86 orang, dari Aus 61
orang dan Khazraj 170. Adapun yang gugur sebagai syuhada` sekitar 14
orang, enam dari muhajirin dan 6 dari Khazraj dan 2 dari Aus.
Berikut ini, kami nukilkan dua hadits yang menerangkan sebagian keutamaan sahabat yang ikut perang Badr.
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu:
أُصِيبَ
حَارِثَةُ يَوْمَ بَدْرٍ وَهُوَ غُلامٌ فَجَاءَتْ أُمُّهُ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ
قَدْ عَرَفْتَ مَنْزِلَةَ حَارِثَةَ مِنِّي فَإِنْ يَكُنْ فِي الْجَنَّةِ
أَصْبِرْ وَأَحْتَسِبْ وَإِنْ تَكُ الأُخْرَى تَرَى مَا أَصْنَعُ فَقَالَ
وَيْحَكِ أَوَهَبِلْتِ أَوَجَنَّةٌ وَاحِدَةٌ هِيَ إِنَّهَا جِنَانٌ
كَثِيرَةٌ وَإِنَّهُ فِي جَنَّةِ الْفِرْدَوْسِ
Haritsah gugur pada peristiwa Badr,
sedangkan dia adalah seorang pemuda. Datanglah ibunya menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan berkata: “Ya Rasulullah,
anda tahu bagaimana kedudukan Haritsah di sisiku. Kalau dia di jannah,
aku akan bersabar dan mengharap pahala. Kalau dia dapatkan yang lain,
anda akan lihat apa yang kulakukan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam berkata: “Celaka kamu, apakah kamu meratapi kematian
anakmu, atau kamu anggap jannah itu satu. Dia beberapa tingkat dan
puteramu di Jannah Firdaus.”
Beliau meriwayatkan pula dari ‘Ali bin Abi Thalib radliyallahu ‘anhu:
عَنْ
عَلِيٍّ رَضِي الله عَنْه قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا مَرْثَدٍ الْغَنَوِيَّ وَالزُّبَيْرَ ابْنَ
الْعَوَّامِ وَكُلُّنَا فَارِسٌ قَالَ انْطَلِقُوا حَتَّى تَأْتُوا
رَوْضَةَ خَاخٍ فَإِنَّ بِهَا امْرَأَةً مِنَ الْمُشْرِكِينَ مَعَهَا
كِتَابٌ مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ
فَأَدْرَكْنَاهَا تَسِيرُ عَلَى بَعِيرٍ لَهَا حَيْثُ قَالَ رَسُولُ الله
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا الْكِتَابَ فَقَالَتْ مَا
مَعَنَا كِتَابٌ فَأَنَخْنَاهَا فَالْتَمَسْنَا فَلَمْ نَرَ كِتَابًا
فَقُلْنَا مَا كَذَبَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَتُخْرِجِنَّ الْكِتَابَ أَوْ لَنُجَرِّدَنَّكِ فَلَمَّا رَأَتِ الْجِدَّ
أَهْوَتْ إِلَى حُجْزَتِهَا وَهِيَ مُحْتَجِزَةٌ بِكِسَاءٍ فَأَخْرَجَتْهُ
فَانْطَلَقْنَا بِهَا إِلَى رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ الله قَدْ خَانَ الله وَرَسُولَهُ
وَالْمُؤْمِنِينَ فَدَعْنِي فَلأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ قَالَ
حَاطِبٌ وَالله مَا بِي أَنْ لا أَكُونَ مُؤْمِنًا بِالله وَرَسُولِهِ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَدْتُ أَنْ يَكُونَ لِي عِنْدَ
الْقَوْمِ يَدٌ يَدْفَعُ الله بِهَا عَنْ أَهْلِي وَمَالِي وَلَيْسَ أَحَدٌ
مِنْ أَصْحَابِكَ إِلا لَهُ هُنَاكَ مِنْ عَشِيرَتِهِ مَنْ يَدْفَعُ الله
بِهِ عَنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَدَقَ وَلا تَقُولُوا لَهُ إِلا خَيْرًا فَقَالَ عُمَرُ إِنَّهُ
قَدْ خَانَ الله وَرَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ فَدَعْنِي فَلأَضْرِبَ
عُنُقَهُ فَقَالَ أَلَيْسَ مِنْ أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ لَعَلَّ الله
اطَّلَعَ إِلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ
وَجَبَتْ لَكُمُ الْجَنَّةُ أَوْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ فَدَمَعَتْ
عَيْنَا عُمَرَ وَقَالَ الله وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam mengutus saya, Abu Martsad Al-Ghanawi dan Zubair bin
‘Awwam, dan kami semua berkuda berangkat sampai di Raudhah Khakh. Di
sana ada seorang wanita musyrik membawa sepucuk surat dari Hathib bin
Abi Balta’ah untuk kaum musyrikin. Maka kamipun menemukan wanita itu
mengendarai untanya seperti yang dikatakan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Lalu kami berkata: “Keluarkan surat
itu.”
Wanita itu menjawab, “Tidak ada surat
pada kami.” Lalu kami menyingkirkannya dan mulai mencari namun tidak
menemukan apa-apa. Kami berkata: “Raslullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam tidak berdusta. Kau keluarkan surat itu atau kami
telanjangi kau.”
Melihat keseriusan kami, wanita itu
mengeluarkan sesuatu dari ikat pinggangnya, tersembunyi dalam sebuah
kantung kemudian dia menyerahkan surat itu kepada kami. Lalu kamipun
berangkat membawa surat itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wa sallam. Tiba-tiba ‘Umar berkata: “Ya Rasulullah dia telah
mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, biarkan aku tebas lehernya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam berkata: “Ya Hathib, apa yang mendorongmu berbuat seperti ini?”
“Ya Rasulullah, tidak ada apa-apa. Aku
tetaplah seorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Saya tidak
merubah agamaku apalagi menukarnya (dengan apapun). Saya hanya ingin
sedikit punya andil terhadap orang Quraisy, yang dengan itu Allah
menyelamatkan keluarga dan hartaku. Karena tidak seorangpun sahabatmu
melainkan mereka masih punya kerabat yang Allah lindungi dengan kerabat
itu keluarga dan hartanya.”
“Dia benar. Jangan kalian berkata
kepadanya apapun kecuali yang baik.” Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa ‘ala alihi wa sallam. ‘Umar bin Al Khaththab berkata: “Dia sudah
mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta kaum mu`minin. Jadi biarkan saya
tebas lehernya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam berkata: “Ya ‘Umar, apakah kau tidak tahu, mudah-mudahan
Allah telah mengetahui perihal mereka yang ikut perang Badr dan
berkata: ‘Berbuatlah apa yang kalian kehendaki. Sungguh Aku telah
memastikan jannah bagi kalian.’ Mendengar hal ini mengalirlah air mata
‘Umar dan dia berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Inilah sebagian hadits yang menerangkan
keutamaan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam. Sehingga tidak ada yang pantas bagi mereka yang menjatuhkan
kehormatan para sahabat kecuali permusuhan dan kebencian serta kutukan
sampai mereka bertaubat kepada Allah dan mendoakan agar mereka dirahmati
Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam.
[1] Ibnu Katsir, 2/386
[2] Yang khusus dari harta benda dana keluarga. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar