Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 083
Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.
Islam seluruhnya indah. Akidahnya adalah
akidah yang paling benar, paling lurus, dan menyucikan jiwa. Adab adab
yang diajarkannya paling terpuji. Demikian pula amalan-amalan dan
hukum-hukumnya adalah amalan dan hukum yang paling baik dan paling adil.
Islam adalah agama kebahagiaan, ketenteraman, serta kemenangan di dunia
dan akhirat.
Islam tidak membiarkan manusia dalam
kesendiriannya, atau bersama keluarga, sanak saudara, tetangga, atau
bersama saudara-saudara seagamanya, bahkan bersama manusia lainnya,
tetapi Islam mengajarkan adab-adabnya secara rinci, serta menunjukkan
cara-cara bergaul yang membuat kehidupannya damai dan penuh kebahagiaan.
Ketika seseorang mau menatap dan
mentadabburi mahasin (keindahan) Islam, sungguh Allah Subhanahuwata’ala
akan meresapkan keimanan dan kelezatan iman ke dalam kalbunya.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
وَلَٰكِنَّ
اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ
وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ
هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta
kepada keimanan, menjadikan iman itu indah dalam kalbumu, serta
menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.
Mereka itulah orang orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (al-Hujurat:
7)
Keindahan yang Tidak Terlukiskan Ibnul
Qayyim rahimahumullah berkata, “Jika Anda perhatikan hikmah yang sangat
agung pada agama yang lurus, syariat yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan segala kesempurnaannya, niscaya keindahan syariat ini tidak
dapat diungkapkan dengan kata-kata, tidak kuasa untuk disifatkan, serta
tidak dapat digambarkan oleh orang-orang yang akalnya cemerlang
sekalipun. Mereka tidak bisa melakukannya meskipun mereka berkumpul
untuk memikirkannya, meskipun mereka semua memiliki akal yang paling
sempurna—menurut ukuran akal yang paling cemerlang untuk mengenali
keindahan Islam dan menyaksikan keutamaannya.
Sungguh, di alam semesta ini tidak
pernah ada syariat yang lebih sempurna, lebih mulia, dan lebih agung
darinya. Syariat Islam itu sendirilah yang menjadi saksi dan yang
disaksikan, menjadi hujah dan yang didukung oleh hujah, tentang
keagungan dan keindahannya. Bahkan seandainya Rasul tidak datang membawa
bukti keterangan niscaya sudah cukup syariat ini menjadi bukti dan
saksi bahwa ia diturunkan dari sisi Allah Subhanahuwata’ala.” ( Miftah
Dar as-Sa’adah)
Syariat Islam sangat agung dan penuh
keindahan. Cahaya keindahannya telah menyinari semesta dan setiap orang
mampu menatapnya. Akan tetapi, bersama dengan terangnya cahaya kebenaran
tersebut, tetap saja kebanyakan manusia lebih suka memilih jalan-jalan
setan.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
“Tidak ada paksaan untuk ( memasuki)
agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat.” (al-Baqarah: 256)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
wafat dalam keadaan ajaran Islam mencapai puncak-puncak keindahan,
kesempurnaan, dan keadilan karena yang mensyariatkan adalah Allah
Subhanahuwata’ala, Dzat yang Mahaindah, Mahasempurna, dan Maha adil.
Untuk memeluk agama Islam yang penuh dengan keindahan inilah, seluruh
manusia diseru agar tunduk berserah diri beribadah kepada Allah
Subhanahuwata’ala.
فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Ilah (sesembahan) kalian semua ialah
Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan
berilah kabar gembira kepadaorang orang yang tunduk patuh ( kepada
Alah).” (al-Hajj: 34)
Sebenarnya Mereka Tahu
Musuh-musuh Allah Subhanahuwata’ala
sebenarnya sadar bahwa Islam adalah agama yang mulia, agama yang penuh
dengan keindahan. Bahkan, kekaguman itu terucap dari lisan sebagian
mereka atau telah masuk dalam relung hati mereka. Akan tetapi,
kedengkian dan hasad menghalangi mereka dari hidayah. Kejahilan dan hawa
nafsu membuatnhati mereka terbalik, seperti kekufuran Fir’aun dan
kaumnya.
فَلَمَّا
جَاءَتْهُمْ آيَاتُنَا مُبْصِرَةً قَالُوا هَٰذَا سِحْرٌ مُّبِينٌ ()
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ
فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
“Tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang
jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka‘Ini adalah sihir yang
nyata.’ Mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka)
padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya. Maka dari itu,
perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.”
(an-Naml: 13—14)
Demikian pula ahlul kitab yang di atas
ilmu. Mereka berpaling dari hidayah dalam keadaan mengenal kebenaran
Islam dan Nabi Muhammad, serta lebih memilih jahannam.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ ۖ
وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang
telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti
mengenal anak-anak mereka sendiri. Sungguh, sebagian diantara mereka
menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (al-Baqarah: 146)
Dalam ayat lain, Allah Subhanahuwata’ala berfirman tentang ahlul kitab,
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ
بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ
أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
“Apakah kamu tidak memerhatikan
orang-orang yang diberi bagian dari al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt
dan thaghut, serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik
Makkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang
beriman.” (an-Nisa: 51)
Ayat ini turun berkenaan dengan dua
tokoh ahlul kitab, Huyai bin Akhthab dan Ka’b al-Asyraf. Keduanya
mengerti betul kerasulan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keduanya juga sangat yakin akan kebenaran Islam.
Namun, ketika musyrikin Makkah bertanya
kepada keduanya saat datang ke Makkah, “Kalian adalah ahlul kitab.
Kabarkanlah kepada kami siapa yang lebih mendapat petunjuk, kami atau
Muhammad dan pengikutnya?” Keduanya menjawab dengan jawaban yang
disebutkan oleh Allah Subhanahuwata’ala dalam ayat di atas, “Kalian
(musyrikin Makkah) lebih baik dan lebih lurus jalannya daripada Muhammad
dan sahabatnya.”
Demikian pula munafikin, mereka tahu kebenaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keindahan Islam, namun kebencian dan hasad membutakan hati mereka. Di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
sekawanan munafikin mengolok-olok beliau dan para sahabat, menjadikan
beliau sebagai bahan ejekan dan senda gurau. Ketika Perang Tabuk, di
antara mereka memberikan komentar tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dengan ucapan kekafiran,
“Belum pernah kita melihat semisal mereka para pembaca al-Qur’an (yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat), yang paling rakus makannya, paling dusta ucapannya, dan paling penakut kala berhadapan dengan musuh.”
Allahu Akbar, sungguhmerekatelah mengucapkan sebuah perkataan yang bertolak belakang dengan yang mereka ketahui. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bukanlah orang yang rakus atau banyak makan, sebaliknya beliau bersabar
dengan kelaparan yang beliau derita. Beliau pernah mengganjal perut
dengan bebatuan. Beliau bukan pula pendusta, bahkan manusia menjulukinya
sebagai al-Amin sebelum kerasulan beliau.
Tidak sekalipun beliau berdusta. Demikian pula dalam perang, tidak ada seorang pun yang lebih pemberani daripada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua tuduhan munafikin dan orang kafir kepada Islam dan Nabi Islam
adalah dusta. Sepanjang sejarah, iblis dan bala tentaranya berusaha
memalingkan manusia dari Islam dengan menyematkan tuduhan-tuduhan keji
terhadap Islam.
Padahal Islam diliputi dengan keindahan.
Enam tahun silam misalnya, sebagian orang menyebarkan gambar karikatur
Nabi bersorbankan rudal, menggambarkan kekejaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan syariat Islam yang beliau bawa. Padahal semua tahu, sejarah manusia
menyaksikan, dunia pun menjadi saksi bisu bahwa orang-orang kafirlah
yang justru telahmembuat kerusakan di muka bumi.
Merekalah yang telah menumpahkan
darah-darah manusia. Merekalah yang menebarkan kekejaman dan kekejian.
Terkait kejadian ini, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali
hafizhahullah berkata, “Media massa, baik surat kabar maupun yang
lainnya, telah menyebarkan berita-berita menyedihkan dan melukai (umat),
yang bersumber dari musuhmusuh Islam yang dengki dan terputus dari
kebaikan, yang menyudutkan agama dan nabi Islam. (Di antaranya)
perbuatan yang mengandung celaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjelek-jelekkan risalahnya, baik yang muncul dari individu maupun organisasi Nasrani yang menyimpan kedengkian.
Juga dari sebagian penulis yang dengki
dan orang yang tidak peduli, seperti para karikaturis sebuah surat kabar
Denmark, Jylland Posten, yang menghina sebaik-baik manusia dan rasul
paling sempurna, yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Padahal, bumi tidak pernah mengetahui
ada orang yang lebih cerdas dan lebih mulia daripada beliau dalam hal
akhlak, keadilan, dan kasih sayang. Tidak pernah diketahui ada satu
risalah pun yang lebih sempurna, lebih menyeluruh, lebih adil, dan lebih
kasih sayang daripada risalah beliau.
Risalah ini mengandung keimanan terhadap
seluruh nabi dan rasul, menghormati mereka dan menjaga mereka dari
tikaman dan penghinaan, serta menjaga sejarah mereka. Di antara para
rasul tersebut adalah ‘Isa dan Musa ‘Alaihisslam. Barang siapa kafir
terhadap Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menghinanya, berarti dia telah kafir terhadap para rasul dan menghina mereka semuanya.
Sungguh, orang-orang rendahan dan buas itu telah mengolok-olok beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka telah membuat beragam karikatur, berjumlah dua belas karikatur
yang sangat menghina. Salah satunya menampilkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengenakan sorban yang menyerupai bom di atas kepalanya.”
Pembaca, demikianlah musuh-musuh Islam
mengolok-olok dan menuduh Islam sebagai agama kejam, keji, dan agama
yang menyebarkan teror. Tidak tanggungtanggung, mereka merobek
kehormatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan disebarkan ke
seluruh penjuru dunia, padahal sesungguhnya mereka mengetahui kemuliaan
Islam dan kebobrokan diri mereka sendiri….
Asy-Syaikh Rabi’ berkata selanjutnya, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
para khalifahnya yang terbimbing, dan para sahabatnya yang mulia, tidak
pernah membuat pabrik-pabrik senjata, meski persenjataan kuno
sekalipun, baik pedang maupun tombak, lebih-lebih bom atom dan rudal
antarbenua, serta semua jenis senjata pemusnah massal. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membuat satu pun pabrik senjata karena beliau diutus sebagai rahmat bagi alam semesta….
Adapun kalian, wahai orangorang Barat
yang sok mengaku modern, kami nyatakan kepada kalian bahwa sesungguhnya
kalian memiliki aturan dan perundang-undangan yang menghancurkan akhlak
dan membolehkan
berbagai perkara yang haram. Di
antaranya adalah zina dan penyimpangan seksual. Di antaranya juga adalah
riba yang menghancurkan ekonomi umat. Kalian menghalalkan bangkai dan
daging babi yang mengakibatkan sifat dayyuts sehingga seorang laki-laki
tidak merasa cemburu terhadap istrinya, saudara wanitanya, dan anak
perempuannya. Kemudian wanita-wanita itu berzina dan mencari pasangan
kumpul kebo semaunya. Ini adalah sarana-sarana penghancur yang
diharamkan oleh risalah semua rasul.
Adapun bom dan seluruh senjata pemusnah
serta sarana-sarananya, baik pesawat tempur, tank, maupun rudal
jelajah, sesungguhnya kalianlah para insinyur dan produsennya. Semua itu
dengan akal setan kalian yang tidak berpikir selain demi permusuhan,
kezaliman, kekerasan, melampaui batas, ketamakan menguasai seluruh jenis
manusia serta memperbudak mereka, menumpahkan darah dan merampok
kekayaan mereka… Semua itu dipoles dengan nama kemajuan, membela hak
asasi manusia, kebebasan, dan keadilan….”1
Wahai orang-orang yang tertipu, siapakah yang berbuat kerusakan di muka bumi? Para nabi dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mereka para kafir durjana?
Faedah Mempelajari Keindahan Islam
Di tengah-tengah badai fitnah dan perang
pemikiran, serta semakin jauhnya sebagian kaum muslimin dari mengenal
keindahan agamanya, pembahasan mengenai mahasin dinul Islam menjadi
perkara yang sangat penting karena:
1. Mentadabburi dalil-dalil al-Kitab dan
as-Sunnah tentang keindahan Islam termasuk amalan yang termulia.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
pikiran.” (Shad: 29)
2. Mempelajari dan mentadabburi keindahan
Islam adalah salah satu bentuk syukur terhadap nikmat Islam yang
dianugerahkan oleh Allah Subhanahuwata’ala. Allah Subhanahuwata’ala
berfirman,
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (adh-Dhuha: 11)
3. Merenungkan keindahan Islam dan
kesempurnaan syariat Allah Subhanahuwata’ala adalah salah satu sebab
bertambahnya keimanan, hingga ia merasakan kelezatan iman. Semakin kuat
perhatian seorang muslim terhadap keindahan agama ini, semakin kokoh
tapak kakinya dalam mengenal agama ini, mengenal keindahan dan
kesempurnaannya, serta keburukan apa pun yang menyelisihinya. Ia pun
menjadi orang yang kuat keimanannya.
Barang siapa mengenal Islam di atas
ilmu, dia akan ridha Allah Subhanahuwata’ala sebagai Rabbnya,
Muhammad Subhanahuwata’ala sebagai nabinya, dan Islam sebagai agamanya,
serta tidak pernah terbetik dalam kalbunya untuk mencari ganti selain
Islam.
Rasulullah Subhanahuwata’ala bersabda
(yang artinya), “Tiga sifat yang jika itu ada pada diri seseorang, ia
akan mendapatkan manisnya iman: (Pertama) Allah Subhanahuwata’ala dan
Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya (; Kedua) ia mencintai
seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah
Subhanahuwata’ala;(Ketiga) ia membenci untuk kembali kepada kekafira
setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia benci untuk
dilempar dalam api.”
4. Mempelajari dan menyebarkan mahasin Islam termasuk sebesar-besar dakwah kepada orang kafir untuk masuk ke dalam agama Islam.
5. Mempelajari dan menyebarkan mahasin
Islam termasuk sebesar-besar dakwah (ajakan) kepada kaum muslimin untuk
lebih bertamassuk (berpegang teguh) dengan Islam.
6. Pembahasan mahasinul Islam juga
sebagai bantahan bagi musuh-musuh Allah Subhanahuwata’ala yang selalu
memutarbalikkan fakta, dan menyematkan tuduhantuduhan keji terhadap
Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demi Allah, pembahasan mahasinul Islam,
seperti diungkapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahumullah, tidak mungkin kita
ibaratkan dengan kata-kata. Seandainya seluruh orang cerdas
mendiskusikannya tidaklah mungkin mereka mampu menunaikan hak-haknya.
Apa yang kita lakukan hanyalah upaya
kecil untuk menyadarkan diri kita dari kelalaian, dan usaha untuk
mensyukuri nikmat Islam yang Allah Subhanahuwata’ala anugerahkan kepada
kita. Di samping itu, kita berusaha memberikan peringatan kepada
musuh-musuh Allah Subhanahuwata’ala yang berupaya mengolok-olok Islam
bahwa makar busuk mereka tidak pernah akan berhasil.
Sebab, Allah Subhanahuwata’ala lah yang menyempurnakan cahaya agama-Nya, kemudian di hadapan mereka sungguh ada azab yang pedih.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama)
Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap
menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (ash-Shaff:
8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar