Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/05/cara-membuat-tab-view-di-blog.html#ixzz2EU7pdnWj
Diberdayakan oleh Blogger.

Pendidikan Keluarga

June 20, 2011 |
 Wanita dan Keluarga | Posted by: webmaster Hasil Ujian Nasional baru saja diumumkan. Ada yang gembira karena lulus, ada juga yang bersedih karena gagal lulus. Padahal oleh masyarakat, lulus atau tidaknya siswa dalam ujian, sering dianggap sebagai “faktor terpenting yang menentukan masa depan”. Mereka yang tidak lulus sering dianggap masa depannya suram. Sehingga akhir-akhir ini kita sering mendengar siswa yang tidak lulus ujian merasa frustasi, histeris, hingga ada yang bunuh diri. Suatu tindakan berlebihan yang mencerminkan sudah tidak adanya lagi yang diharapkan dari hidup ini. *** Pembaca yang dirahmati Allah… Kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang mutlak. Dahulu, sebelum adanya lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah, anak-anak dididik oleh orang tua masing-masing. Pada perkembangannya, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kesibukan orang tua menyebabkan mereka tidak mampu lagi mengajar. Orang tua lalu menitipkan anaknya pada seseorang atau lembaga yang dianggap pandai. Lembaga pendidikan inilah yang lalu diistilahkan dengan “almamater” yang berarti ibu yang memberikan ilmu, yang saat ini menjelma menjadi sekolah. Konsep pendidikan pada masyarakat modern lambat laun menjadi bergeser. Pendidikan yang tadinya bertumpu pada keluarga, sekarang menjadi bertumpu pada sekolah. Bukan hanya transfer ilmu, sekolah juga dijadikan sebagai tumpuan utama dalam pendidikan karakter, akhlaq, dan spiritual. Dengan alasan sudah dibayar, sekolah menjadi pihak yang paling sering disalahkan bila terjadi permasalahan dalam proses belajar sang anak. Padahal rata-rata porsi pendidikan agama yang ada di sekolah umum sekarang amat sedikit. Tidak mungkin siswa mengenal Tuhannya, mengenal Nabinya, dan mengenal agamanya, jika pelajaran agama hanya sekitar 2 jam tiap pekan. Disinilah fungsi pendidikan keluarga menjadi sangat penting. Anak bisa membaca Al Quran bukan karena dia sekolah, tapi karena keluarganya yang mengajarinya. Keluarganyalah yang berperan mengajaknya ke masjid untuk sholat berjamaah. Keluarga jugalah yang membangunkan dia untuk bangun sahur untuk latihan berpuasa sejak dini. Sehingga, agama tidak hanya menjadi teori hapalan semata, namun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dicontohkan dalam kehidupan keluarga. Masalah tidak hanya pada sedikitnya pendidikan agama, namun padatnya jadwal sekolah ditambah kegiatan ekstrakurikuler atau ikut bimbingan belajar, juga membuat mayoritas kehidupan anak menjadi di luar rumah. Dia jadi kurang mengenal lingkungan sekitar rumahnya. Jangan heran jika anak sekarang tidak hapal nama tetangga atau nama Ketua RTnya sendiri. Beberapa orang tua mengeluh, “Anak saya jarang membantu pekerjaan rumah, padahal saya repot mencuci, memasak, dan membersihkan rumah. Sementara dia kelihatan sibuk sekali dengan HP dan komputernya. Saya jadi enggan menegurnya”. Keluhan ini menunjukkan bagaimana kesibukan anak di luar keluarga, sampai menghilangkan kepekaan terhadap lingkungan keluarganya sendiri. Dia tidak merasa sungkan lagi ketika orang yang berada di dekatnya kesusahan. Rasa bakti terhadap orang tua dan keluarga lama-lama menjadi pudar. Allah l berfirman, “Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu” [QS. An Nisaa’ : 36] Namun bukan berarti bahwa sekolah itu buruk. Hanya saja, pendidikan dalam keluarga tetaplah yang paling utama. Sekolah hanya mengajari teori-teori seperti matematika, bahasa, dan sains, tidak mengajarkan bagaimana menyelesaikan persoalan dalam kehidupan. Sehingga jangan heran jika sekarang banyak siswa yang memperoleh nilai tinggi dalam pelajaran fisika namun tidak mengerti bagaimana membetulkan genteng yang bocor, atau siswi yang cerdas dalam biologi tapi tidak bisa memasak. Pembaca yang dirahmati Allah… Pendidikan keluarga haruslah mampu menanamkan kecintaan anak terhadap ilmu. Sehingga, dalam proses belajar, ia tidak merasa terpaksa. Ia belajar karena ia menyukainya. Kegagalan dalam proses belajar bukanlah sesuatu yang memalukan, selama ia belajar sungguh-sungguh. Mencontek merupakan salah satu perbuatan buruk yang timbul karena anak tidak menghargai ilmu. Apabila belajar dipahami sebagai proses mencari ilmu bukan hanya mencari nilai, maka perbuatan mencontek tidak akan terjadi. Dan tindakan bunuh diri akibat kegagalan dalam Ujian Akhir, juga tidak akan terjadi. Karena anak tahu, bahwa dia tidak lulus karena memang belum paham dengan ilmunya, sehingga ini justru memacunya untuk kembali belajar. Pendidikan keluarga juga harus mampu mengembangkan jiwa sosialnya. Melalui keteladanan orang tua, anak diajari tentang akhlaq yang baik. Dia belajar untuk perhatian dengan lingkungan sekitarnya, terbiasa tegur sapa dengan tetangganya. Juga ajarkan anak untuk ikut aktif dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga, menyelesaikan permasalahan yang timbul di sekitar rumah. Karena hal-hal kecil dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga inilah yang sejatinya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dia kelak. Ini juga akan melatih mentalnya, sehingga ia akan memiliki daya juang, tidak malas dan kendur dalam menghadapi problema hidup di kemudian hari. Dan yang paling penting, bahwa pendidikan keluarga haruslah berbasis agama yang mampu mendekatkan anak dengan Allah l. Keluarga harus berupaya agar tiap anggota keluarganya, terutama anak melaksanakan perintah Allah l. Pendidikan agama sedari kecil, mulai dari membaca Qur’an, menghapal doa-doa harian, belajar cara wudhu dan sholat, akan menanamkan benih-benih tauhid. Sehingga ia tahu untuk apa ia diciptakan. Ia tahu apa yang harus dia lakukan. Dan ia tahu, kepada siapa dia meniatkan aktifitasnya sehari-hari. Allah l berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” [QS. At Tahrim : 6] Semoga Allah l menjadikan anak-anak kita sebagai generasi yang sholih dan sholihah, yang berbakti kepada orang tuanya. Wallahu alam bish showwab (Ristyandani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  © Blogger templates addiinradio by Ourblogtemplates.com 2008

Kembali ke Atas