Manusia terlahir di dunia dalam keadaan yang lemah tidak mengetahui apapun. Allah mengingatkan kondisi kita kala itu dalam salah satu ayat-Nya. Allah berfirman yang artinya,
“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati agar kalian bersyukur.” [Q.S. An Nahl:78].
Nikmat ini kemudian Allah dukung dengan kesehatan jasmani dan rohani. Allah berikan pula berbagai sarana pembelajaran seperti pendengaran, penglihatan, dan hati. Sehingga, manusia bisa belajar dari sekitarnya.
Jadi, sifat asal manusia adalah bodoh tidak mengetahui apapun. Tidak mengerti untuk apa ia diciptakan, bagaimana ia hidup, dan mau kemana tujuan hidupnya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” [Q.S. Al Ahzab:72]. Karenanya, banyak orang yang tidak mengetahui kemaslahatan dan kebaikan sekalipun untuk dirinya sendiri di dunia, apalagi di akhirat.
Oleh sebab itulah Allah Yang Maha Bijaksana menurunkan kitab-kitab-Nya dan mengutus para rasul-Nya untuk membimbing dan mengarahkan manusia. Hal ini untuk mengajarkan kepada mereka kemaslahatan sekaligus kemadharatan bagi manusia agar selamat dan berbahagia dalam menjalani kehidupan ini. Allah berfirman:
“Allah mengajarkan kepada manusia perkara yang tidak ia ketahui.” [Q.S. Al Alaq:5].
Pengajaran Allah ini tentunya bisa didapatkan dengan usaha. Yakni, berusaha mengoptimalkan pemanfaatan nikmat sarana yang telah Allah karuniakan kepada manusia. Allah berfirman,
“ Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai kalbu yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, adalah kalbu yang di dalam dada.” [Q.S. Al Hajj:46].
Kita bisa menggunakan mata untuk melihat tanda-tanda keagungan-Nya, telinga untuk mendengar ayat-ayat-Nya, serta kalbu untuk merenungi, memahami, dan menyakininya. Baik ayat kauniyah maupun syar’iyah. Ayat kauniyah berupa alam semesta dan ayat syar’iyah berupa firman-Nya berikut penjelasaan rasul-Nya `.
Inilah ilmu yang hakiki. Yaitu bagaimana mengenal Allah, nama dan sifat-Nya, hak-hak-Nya atas hamba, mengenal Rasul-Nya, bimbingan dan petuah beliau serta mengenal agama-Nya.
Diterangkan oleh Syaikh Abdurrahman As Sa’di dalam Bahjatul Qulub Al Abrar, bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membersihkan kalbu dan ruh. Ilmu yang berbuah kebahagian dunia dan akhirat. Yaitu ilmu yang dibawa oleh Rasulullah ` baik berupa hadits, tafsir, dan fiqih atau pemahaman. Termasuk pula ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa mendukung hal tersebut seperti bahasa arab dan yang lainnya. Sementara Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim menjelaskan bahwa pembelajaran yang paling sempurna adalah fokus dalam menimba ilmu warisan Nabi `. Konsentrasi dalam memahami maksud beliau dalam perintah, larangan, dan semua sabda beliau. Kemudian tunduk patuh mengikutinya tanpa mendahulukan perkataan siapa pun atas sabda beliau.
Manusia tidak bisa tidak pasti membutuhkan ilmu ini, sejauh mana kebutuhannya terhadap keselamatan dan kebahagiaan hidup, sejauh itu pula kebutuhannya terhadap ilmu. Sehingga ilmu merupakan kebutuhan paling asasi melebihi kebutuhan sesorang terhadap makan dan minum. Karena makan dan minum dibutuhkan tubuh sekali atau dua kali dalam sehari. Sedangkan ilmu dibutuhkan oleh jiwa dan raga sepanjang tarikan nafasnya, seiring denyut nadinya, dan sejalan detak jantungnya. Seorang yang kekurangan makan dan minum hanya bermadharat terhadap raganya di dunia. Sedangkan kosongnya seseorang dari ilmu akan menghancurkan jiwa raganya di dunia sekaligus di akhirat. Demikian makna penjelasan Imam Ahmad, sebagaimana dinukilkan dari Syudzurat Adz Dzahab.
Oleh sebab itulah, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang mensyariatkan hamba-Nya untuk menuntut ilmu demi keselamatan hamba di dunia dan di akhirat. Marilah kita perhatikan bahwa Allah telah memerintahkan untuk berilmu terlebih dahulu sebelum segala sesuatu. Allah berfirman:
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang benar untuk diibadahi selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” [Q.S. Muhammad:19].
Dalam ayat ini Allah memerintahkan dua perkara kepada Nabi-Nya `. Yang pertama perintah berilmu kemudian yang kedua perintah untuk beramal. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukaan ilmu didahulukan daripada amal, sekaligus menunjukkan pula bahwa ilmu adalah syarat keabsahan ucapan dan amalan. Artinya jika kita berucap atau beramal tanpa didasari ilmu maka tidak sah. Demikian sebagaimana disebutkan dalam Hasyiah Tsalatsatul Ushul. Berdalil dengan ayat ini pula Imam Al Bukhari membuat bab khusus dalam kitab Shahih beliau, ‘Bab mengilmui dahulu sebelum berucap dan beramal.’
Rasulullah ` juga bersabda dalam hadits Anas bin Malik z:
طلب العلم فريضة على كل مسلم
”Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” [H.R. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At-Targhib]. Imam Ahmad v menjelaskan bahwa wajib atas setiap orang untuk menuntut ilmu yang bisa menegakkan agama. Yaitu ilmu yang tidak ada kelonggaran untuk tidak mengetahuinya, tentang shalatnya, puasanya dan yang semacamnya.
Syaikh Muhammad At Tamimi menjelaskan, “Ketahuilah bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban. Ilmu adalah obat bagi hati yang sakit. Ketahuilah pula bahwa perkara terpenting bagi hamba adalah mengetahui agamanya, yang mana mengilmui dan mengamalkannya adalah sebab masuk ke dalam surga. Sebaliknya, kebodohan dan masa bodoh terhadap agama adalah sebab terjerumusnya seseorang ke dalam neraka. Semoga Allah menyelamatkan kita dari neraka.” [Hasyiah Tsalatsatul Ushul]. Jelas bagi kita dari ayat dan hadits serta penjelasan para ulama di atas bahwa menuntut ilmu agama ini adalah wajib atas setiap individu.
Ya, kita diciptakan Allah dengan segala fasilitas tentu mempunyai tujuan, bukan sia-sia. Tetapi untuk memurnikan peribadahan kepada-Nya semata, untuk memakmurkan bumi dengan ketaatan, serta meninggikan kalimat-Nya setinggi-tingginya. Semua ini bisa terwujud dengan berilmu terlebih dahulu sebelum segala melakukan sesuatu. Inilah jalan kebahagiaan dan keselamatan.
Allahu a’lam. [Farhan].
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar